Rabu, 09 Februari 2011

Konflik Drama "Dag dig dug" karya Putu Wijaya

Teori, Kritik, dan Sejarah Sastra



Konflik Dalam Naskah Drama DAG DIG DUG Karya Putu Wijaya

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Naskah drama adalah salah satu genre karya sastra yang sejajar dengan prosa dan puisi.
Berbeda dengan prosa maupun puisi, naskah drama memiliki bentuk sendiri yaitu ditulis
dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan
dipentaskan (Waluyo, 2003: 2). Menurut Dietrich (1953:4) drama adalah cerita konflik
manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan dengan menggunakan percakapan dan
action pada pentas di hadapan penonton (audience).
Dalam sebuah penelitian pada tahun 1979 yang dilakukan di sekolah-sekolah oleh Dr. Yus
Rusyana (dalam Waluyo, 2003:1), disimpulkan bahwa minat siswa dalam membaca karya
sastra yang terbanyak adalah prosa, kemudian puisi, baru selanjutnya drama.
Perbandingannya adalah: (6:3:1), terbukti bahwa naskah drama paling tidak diminati. Hal
tersebut dimungkinkan karena menghayati naskah drama yang berupa dialog itu
membutuhkan perhatian lebih.
Menurut Tambajong (1981:23) naskah drama segi-segi yang harus diperhatikan banyak
(1)
sekali, mulai dari menata hubungan yang luas antara pengarang dengan kehidupan,
pengarang dengan naskah, naskah dengan aktor, naskah dengan sutradara, pengarang dengan
aktor, pengarang dengan sutradara, naskah dengan kemungkinan dipentaskan, aktor dengan
aktor, aktor dengan penonton, naskah dengan penonton dan seterusnya.
Dipilihnya penelitian tentang konflik dalam naskah drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya
adalah karena empat hal, antara lain:
Pertama, kedudukan Putu Wijaya dalam drama kontemporer Indonesia. Abdullah (1985:65)
menyebutkan bahwa sejak tahun 1976 dalam hal kepeloporan drama, Arifin C. Noer
menduduki posisi pertama, namun dari segi ketahanan hingga saat ini Putu Wijaya
menduduki posisinya yang utama. Hal ini terbukti dari prestasi Putu Wijaya dalam dunia
drama sejak tahun 1970-an hingga 2000-an masih saja ada. Pada tahun 2004 naskah Putu
Wijaya yang berjudul Rat (War) di pentaskan selama 10 hari berturut-turut oleh kelompok
teater dari Kota Belgrado, Yugoslavia, Putu Wijaya diundang untuk menonton langsung di
gedung Ateleje 212 (Suara Merdeka, 28 Juli 2004). Di tahun yang sama Putu Wijaya
mementaskan naskah Zoom berkeliling ke Tokyo, Kyoto, dan Hongkong (Suara Merdeka,
21 Mei 2004). Putu Wijaya mendirikan Teater Mandiri (1971-sekarang) sebagai sutradara,
penulis naskah, dan pemain. Sebagai sutradara, Putu Wijaya berpendapat bahwa ia dituntut
(2)
untuk berekspresi, karena naskah kadang-kadang tidak menyediakan plot, tema, karakter,
dan patokan-patokan yang pasti. Naskah hanyalah bahan mentah yang penuh kemungkinan,
yang bisa kaya luar biasa kalau sang sutradara juga seorang yang kaya, tetapi serentak bisa
menjadi miskin dan serba kurang kalau sutradara berkepala kosong (Abdullah, 1985:7).
Sebagai penulis naskah, di tahun 1973-1974 Putu Wijaya pernah memenangkan berturut-
turut juara pertama dan kedua dalam Sayembara Penulisan Naskah Lakon yang diadakan
oleh DKJ. Masing-masing lakon yang dimenangkan adalah Aduh, Dag Dig Dug, dan Anu.
Sejak saat itu karya-karya drama Putu Wijaya seakan-akan menjadi ukuran bagi mereka yang
akan menulis naskah drama kontemporer. Ciri khas karyanya yaitu cenderung menggunakan
gaya atau metode obyektif dalam pusat pengisahan dan gaya stream of consciousness dalam
pengungkapannya. Maksudnya, cara mendekati tokoh, Putu seperti tidak pernah
menyentuhnya. Seolah-olah tokoh dibiarkan bergerak dengan tindakan dan pikiran-
pikirannya, tak ubahnya seperti orang yang mengamati gerak-gerik ikan di dalam akuarium
(Abdullah, 1985:9). Menurut Sumardjo (dalam Atmaja, 1987:9), ide yang mendasari
perubahan karya-karya Putu Wijaya adalah konsep psikoanalisis dan absurdisme. Putu
Wijaya sendiri mengaku bahwa konsep kepengarangannya adalah “teror mental”, usaha
untuk memberikan pencerahan dengan kejutan, dengan pematahan atau pembalikan yang
tiba-tiba (Wijaya, 2003:213). Sebagai pemain, Putu Wijaya sejak tahun 1991 bersama Teater
(3)
Mandiri memainkan pertunjukkan tidak lagi menggunakan dialog tetapi gerak, bunyi dan
seni rupa (Wijaya, 2003:218).
Kedua, kelebihan naskah drama Dag Dig Dug dibanding dengan naskah-naskah drama Putu
Wijaya yang lain. Naskah-naskah drama Putu Wijaya biasa berdurasi antara 90 sampai 120
menit. Tak pernah lebih panjang dari itu, kecuali Dag Dig Dug. Teater Mandiri sampai
sekarang belum pernah memainkan naskah itu (Wijaya, 2003:218). Lakon Dag Dig Dug
tidak pernah dimainkan, karena Putu Wijaya tidak punya aktor kuat di dalam kelompok
teaternya (Teater Mandiri). Naskah tersebut memerlukan minimal dua pemain yang hebat,
agar mampu mengangkat peristiwanya (Email: Wijaya, 2005).
Ketiga, konflik sebagai dasar drama dalam naskah Dag Dig Dug memiliki peranan yang
sangat kuat. Dengan asumsi bahwa naskah drama Dag Dig Dug berdurasi lebih dari 120
menit namun tokoh utama sebenarnya hanyalah terdiri dari dua tokoh (Suami dan Istri).
Diperlukan jalinan antarkonflik yang jeli dan penciptaan konflik-konflik yang kuat dalam
merangkai alur agar mampu membangun suasana pementasan Dag Dig Dug, agar penonton
tidak merasa bosan dan meninggalkan gedung pertunjukkan, sebab dalam penulisan naskah
drama diperhitungkan keterlibatan penonton dalam naskah drama tersebut, karena itu hampir
(4)
pada tiap adegan naskah drama Dag Dig Dug terjadi konflik berupa pertengkaran antara
tokoh Suami dan tokoh Istri.
Keempat, dalam penelitian-penelitian karya sastra sebelumnya, penelitian tentang naskah
drama terbilang sedikit jika dibandingkan dengan penelitian tentang prosa dan puisi,
khususnya penelitian yang membahas secara lebih dalam tentang konflik dalam naskah
drama. Penelitian-penelitian tentang naskah drama sebelumnya antara lain adalah: potensi
dramatik dalam naskah drama, ciri atavisme dalam naskah drama, dan hubungan tema dalam
naskah drama.
1.2 Batasan Masalah
Drama merupakan sebuah karya sastra atau sebuah komposisi yang melukiskan kehidupan
dan perilaku manusia dalam bentuk dialog untuk dipentaskan. Sementara kaidah dasar drama
sebagai karya sastra sebagai berikut: (1) dasar drama adalah koflik atau pertentangan antara
tokoh/unsur lain yang memiliki kekuatan, konflik tersebut akan mewarnai setiap bagian
yang ada dalam sebuah cerita drama, (2) dasar dari konflik adalah motif, motif adalah alasan
dan penyebab munculnya konflik terjadi, (3) apa yang menggerakkan konflik, bagaimana konflik bergerak, dan bagaimana efek-efek dari konflik bergantung pada jenis dan fungsi setiap unit motivasional, (4) Petunjuk mengenai teknik dan maksud penulis naskah dapat
(5)
selalu ditemukan dengan menganalisis unit motivasional, (5) setiap unit motivasional dipengaruhi oleh unit yang hadir sebelumnya dan sesudahnya, (6) menafsirkan satu unit ias mempengaruhi makna keseluruhan permainan, (7) jika sejak awal unit motivasional ditafsirkan dengan jelas, hasil dari tafsiran ini akan mempengaruhi permainan secara keseluruhan.
Pembahasan mengenai konflik dalam naskah drama adalah: (1) mengidentifikasi jenis unit motivasional sebagai indikasi sebab munculnya konflik, (2) mengidentifikasi fungsi unit motivasional sebagai indikasi bergeraknya dan efek dari konflik, (3) mengidentifikasi hubungan antarunit motivasional untuk mendapatkan kandungan makna dan maksud pengarang yang mengacu pada permasalahan kemanusian yang bersumber pada tabiat kehidupan manusia (konflik).
Dari beberapa uraian tersebut, peneliti akan membatasi masalah yang akan diteliti. Penelitian ini akan membahas tentang konflik sebagai dasar atau esensi dalam sebuah naskah drama, melalui analisis unit motivasional, karena motif merupakan dasar dari konflik.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, terdapat beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
a. Apa saja unit konflik dan unit pendukung konflik yang terdapat dalam naskah drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya?
b. Apa saja fungsi unit konflik dan unit pendukung konflik dalam setiap adegan yang terdapat dalam naskah drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya?
c. Bagaimana hubungan antara unit konflik dan unit pendukung konflik yang terdapat dalam naskah drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya dalam membangun plot?
(6)
1.4 Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi tentang konflik yang
terdapat dalam naskah drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya. Sedangkan secara khusus,
penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi tentang:
a. unit konflik dan unit pendukung konflik yang terdapat dalam naskah drama Dag Dig
Dug karya Putu Wijaya,
b. fungsi unit konflik dan unit pendukung konflik dalam setiap adegan yang terdapat
dalam naskah drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya, dan
c. hubungan antara unit konflik dan unit pendukung konflik yang terdapat dalam naskah
drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya dalam membangun plot.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian tentang konflik dalam naskah drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya
diharapkan bisa memperkaya dan menambah wawasan bagi pengembangan ilmu dalam
bidang sastra terutama naskah drama
(7)
Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi:
a. Pemerhati drama
Sebagai salah satu rujukan mengenai bagaimana teknik membedah naskah drama untuk
menafsirkan maksud pengarang, agar menghasilkan pementasan yang maksimal.
b. Pengajaran drama
Penelitian ini dapat menambah wawasan dalam bidang studi bahasa dan sastra Indonesia
dan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu pilihan tambahan dalam pengajaran drama.
c. Peneliti selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu dasar atau pedoman untuk mengkaji
lebih lanjut naskah drama yang diteliti khusunya tentang konflik.
1.6 Definisi Operasional
a.Drama
Drama adalah cerita tentang konflik manusia dalam bentuk dialog, yang diproyeksikan
dengan menggunakan percakapan dan action pada pentas di hadapan penonton
(Dietrich,1953:3).
(8)
b. Konflik
Konflik adalah dasar drama berupa pertentangan yang dialami tokoh sebagai respon atas
timbulnya kekuatan-kekuatan dramatis (Dietrich, 1953:78)
d. Adegan
Adegan secara struktur adalah unit aksi atas sasaran tokoh, sebuah adegan menyatukan
beberapa sasaran dalam beberapa macam serangan (attack) secara utuh (Gallaway,
1953:104).
d. Unit Motivasional
Bagian terkecil integral yang melengkapi adegan dalam drama (Dietrich, 1953:71).
(9)
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Drama
2.1.1 Pengertian Drama
Kata “drama” berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, beraksi, dan sebagainya. Drama berarti perbuatan, tindakan atau action (Harymawan, 1988:1). Menurut Aristoteles, drama adalah tiruan (imitasi) dari action (Dietrich, 1953:3). Ada beberapa pengertian yang dirumuskan oleh banyak ahli di bidang drama: Menurut Moulton, drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak (life presented action). Menurut Brander Mathews, konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama. Menurut Ferdinand Brunetierre, drama haruslah melahirkan kehendak manusia dengan action. Menurut Balthazar Verhagen, drama adalah kesenian melukiskan sifat dan sikap manusia dengan gerak. Menurut Dietrich, drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog, yang diproyeksikan dengan menggunakan percakapan dan action pada pentas di hadapan penonton (audience).
Drama adalah cerita tentang konflik manusia, kita tidak bisa memahami sampai kita tahu kapan, mengapa, dan bagaimana konflik manusia. Drama adalah cerita dalam bentuk dialog, drama tak lebih dari interpretasi kehidupan, drama adalah salah satu bentuk kesenian. Drama dirancang untuk penonton, drama bergantung pada komunikasi. Jika drama tidak komunikatif, maksud pengarang, pembangun respon emosional tidak akan sampai (Dietrich, 1953:4).
Mempelajari naskah drama dapat dilakukan dengan cara mempelajari dengan seksama kata-kata, ungkapan, kalimat atau pernyataan tertentu yang dipergunakan oleh pengarang dalam naskah drama yang ditulisnya. Memang penonton mungkin tidak pernah membaca sendiri dialog dalam naskah. Mereka mendengarkan dialog diucapkan oleh aktor di panggung (Ghazali, 2001:2)
Berdasarkan beberapa teori tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa drama adalah sebuah lakon atau cerita berupa kisah kehidupan dalam dialog dan lakuan tokoh berisi konflik manusia. Drama sebagai karya sastra dapat dibedakan menurut dua penggolongan mendasar yaitu drama sebagai
(10)
sastra lisan dan drama sebagai karya tulis. Sebagai sastra lisan drama adalah teater, sedang drama sebagai karya tulis adalah peranan naskah terhadap komunikasi drama itu sendiri. Dalam hal ini lebih ditekankan aspek pembaca drama daripada penonton, dan merubah pendekatan yang berorientasi kepada aktor ke pendekatan yang berorientasi terhadap naskah.
2.1.2 Bahan Penulisan Drama
2.1.2.1 Tokoh
Drama dibangun dari konflik, karakter manusia adalah bahan dasarnya. Drama adalah cerita tentang tokoh manusia dalam konflik. Pertunjukan yang dramatis harus menggambarkan kehidupan dari tokoh-tokohnya (Dietrich, 1953:25). Tidak ada drama tanpa pelaku, bagaimanapun bentuk dan jenis drama tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam karya sastra selalu diemban atau terjadi atas diri tokoh-tokoh tertentu. Pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita, sehingga peristiwa tersebut mampu menjalin suatu cerita yang padu disebut tokoh (Maryaeni, 1992:39). Inti sebuah naskah drama terletak pada hadirnya keinginan seorang tokoh dan ia berjuang keras untuk mencapainya. Hidup bagi tokoh itu akan terasa tidak bermakna jika tujuan atau cita-cita yang ingin dicapainya itu kandas di perjalanan. Berbagai cara dia lakukan untuk memperoleh keinginan atau tujuan hidupnya (Ghazali, 2001:10).
Dengan demikian berdasarkan beberapa pengertian diatas, untuk menganalisis tokoh dan hadirnya pola motivasional tokoh dapat dilakukan melalui pemahaman dialog dan tingkah laku atau perbuatan tokoh yang hadir dalam drama.
2.1.2.2 Situasi/Latar
Jika situasi adalah dasar dari gerak kehidupan, begitu pula dalam drama. Setiap lakon adalah
(11)
rentetan situasi, dimulai dari situasi yang berubah dan berkembang selama action terlaksana. Bahannya bersumber pada kehidupan, sedangkan drama adalah penggarapan bahan tersebut (Dietrich, 1953:25). Latar adalah lingkungan tempat untuk mengekspresikan diri tokoh, dan tempat terjadinya peristiwa. Latar dapat berfungsi sebagai metominia atau metafora yaitu sebagai ekspresi dari tokoh-tokoh yang ada (Wellek & Warren, 1990:291). Menurut Aminuddin (1986:136) fungsi latar adalah: (1) fungsi fisikal, memberikan informasi situasi (ruang dan tempat) sebagaimana adanya sehingga sebuah cerita menjadi logis, (2) fungsi psikologis, sebagai keadaan batin para tokoh atau menjadi metafor dari keadaan emosional dan spiritual tokoh, bila later tersebut mampu menuansakan makna tertentu.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan macamnya latar dibagi atas latar fisik dan latas sosial. Sedang secara fungsional latar dapat dibedakan menjadi latar fisik dan latar psikologis.
2.1.2.3 Tema/Topik
Topik atau tema adalah ide pokok dari lakon atau drama. Tema mungkin adalah maksud dan keinginan pengarang, mungkin sebuah kisah nyata yang benar-benar terjadi, atau bisa jadi imajinasi pengarang berdasarkan latar belakang dan pengalaman hidupnya (Dietrich, 1953:25). Dalam drama istilah tema sering disebut dengan istilah premise, yang berperan sebagai landasan pengembangan pola bangun cerita (Harymawan, 1988:24). Tema merupakan pokok pikiran atau sesuatu yang melandasi suatu karya sastra diciptakan. Tema merupakan sesuatu yang paling hakiki dalam setiap karya sastra meskipun tidak meninggalkan dan mengesampingkan unsur lainnya (Maryaeni, 1992:32).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penulis mengembangkan ceritanya didasari oleh pemahaman sebuah tema. Namun sebaliknya seorang pembaca untuk memahami sebuah tema harus lebih dulu memahami unsur-unsur signifikan naskah yang menjadi media pemapar tema.
(12)
2.2 Konflik
2.2.1 Pengertian Konflik
Pertentangan yang menjadi esensi drama disebut dengan istilah konflik (Mark, 1985:41). Konflik adalah dasar drama berupa pertentangan yang dialami tokoh sebagai respon atas timbulnya kekuatan-kekuatan dramatis (konflik bisa berupa pertengkaran antartokoh, pertengkaran tokoh dengan dirinya sendiri, dengan ide atau dengan lingkungan) (Dietrich, 1953:78). Ferdinand Brunetieve di akhir abad ke-19 menyebutkan bahwa drama harus mewujudkan pernyataan kekuatan manusia yang saling beroposisi. Secara teknis disebut kisah dari protagonis yang menginginkan sesuatu dan antagonis yang menentang dipenuhinya keinginan tersebut. Pertentangan itu mengakibatkan apa yang disebut dramatic action (Dietrich, 1953:7).
Konflik merupakan esensi drama. Dengan demikian, drama pada dasarnya merupakan pencerminan kehidupan di masyarakat yang berisi tentang pertentangan-pertentangan baik fisik maupun psikis. Pertentangan-pertentangan tersebut saling membentur sehingga membentuk rangkaian peristiwa yang menjadi padu dalam lakon tersebut. Pengarang menciptakan bermacam-macam konflik bagi tokoh ceritanya, sebab dengan konflik itu pulahlah cerita digerakkan. Konflik dapat menggerakkan cerita menuju komplikasi, dan semakin banyak dan rumit konflik disediakan oleh pengarang, tentu semakin tinggi pula ketegangan yang dihasilkan (Ghazali, 2001:13). Dengan dimulainya suatu konflik, mulai pulalah lakon tersebut (Maryaeni, 1992:46). Drama yang baik biasanya konfliknya selalu terkait dengan tema dan alur, maksudnya adalah temanya selalu terjalin di dalam alur yang kuat, dan alurnya selalu dapat menarik perhatian karena tersusun dari jalinan konflik-konflik yang matang dan terarah serta tersebar secara merata dalam setiap bagian-bagian alur tersebut (Mark, 1985:83). Pengertian konflik juga meliputi pula pertentangan-pertentangan antara unsur-unsur lain yang turut membangun alur, konflik adalah bagian alur yang mengungkapkan pertentangan antara tokoh dan unsur-unsur (Siregar, 1985:32).
Dengan demikian yang dimaksud konflik dalam naskah drama, adalah satu komplikasi yang
(13)
bergerak pada satu klimaks atau bagian alur yang menggambarkan pertentangan-pertentangan yang dialami tokoh, maupun pertentangan-pertentangan yang terjadi di luar tokoh yang dimaksudkan sebagai penggambaran yang diberikan oleh pengarang agar pembaca menduga-duga perkembangan cerita selanjutnya.
2.2.2 Kedudukan dan Fungsi Konflik
Konflik bagi drama merupakan bagian yang amat penting. Hal dasar yang harus ada dalam drama, konflik berfungsi sebagai penyebab munculnya situasi dramatik yang menggerakkan cerita. Situasi satu dengan situasi berikutnya merupakan cerita yang berkaitan, berhenti sebentar untuk pengenalan pelaku, intermeso, persiapan situasi berikutnya, demikian seterusnya, hingga terbentuk sebuah alur utama yang tidak terputus (Mark, 1985:43). Konflik diwujudkan dengan action. Drama memerlukan action terbuka karena penonton dapat menerima makna berdasarkan action yang didengar dan dilihat. Apabila terjadi pertentangan dan perjuangan batin, harus diperlihatkan dengan action (Dietrich, 1953:8).
Konflik juga berfungsi sebagai penyampai tema. Ada hubungan langsung antara tema dan alur dalam drama. Alur yang digariskan haruslah menjabarkan tema. Alur terbentuk dari rangkaian situasi dramatik yang terjadi karena adanya konflik. Situasi-situasi tersebut selanjutnya akan membentuk konflik-konflik yang lebih besar. Konflik-konflik yang lebih besar itulah yang disebut tema (Mark, 1985:43).
Dari beberapa penjelasan tersebut jelaslah bahwa konflik di dalam drama berkedudukan sebagai unsur dasar cerita serta berfungsi antara lain sebagai unsur yang memiliki peranan utama dalam menghidupkan peristiwa-peristiwa yang membentuk alur, serta secara umum berfungsi pula sebagai penyampai tema.
(14)
2.2.3 Motif Sebagai Dasar Konflik
Konflik yang berasal dari tingkah laku tokoh di dalam drama pada mulanya didorong oleh motif-motif tertentu. Motif adalah jumlah total kekuatan dinamis yang menyebabkan respon manusia. Motif adalah dasar dari action, yang penting dari action sendiri adalah alasan untuk ber-action. Penonton harus memahami “mengapa?” sebuah alasan atau motivasi dibalik action (Dietrich, 1953:10). Menurut Gallaway (1953:106) dengan menganalisis adegan berarti menganalisis tokoh dan motif tiap tokoh dalam adegan, karena aktor harus bergerak sesuai dengan motif.
Motif bisa muncul dari beberapa sebab: dorongan dasar manusia (dorongan untuk direspon, dorongan untuk diakui, dorongan untuk berpetualang, dorongan untuk mendapatkan keamaan), situasi fisik dan situasi sosial, interaksi sosial, dan karakter kompleks (kesehatan badan, intelektual, emosional, ekspresif, budaya). Pembahasan yang mendalam mengenai motif yang mendasari tingkah laku tokoh sebenarnya berhubungan erat dengan kajian ilmu psikologi. Karena membicarakan motif yang mendorong munculnya tingkah laku tokoh berhubungan erat dengan pembahasan keadaan jiwa atau psikologi tokoh. Dengan menyadari hal itu dalam penelitian ini, pembahasan motif sebagai dasar konflik pada bagian ini lebih ditujukan untuk mengetahui sumber-sumber serta penggolongan motif yang berlaku dalam drama, daripada pembahasan keadaan kejiwaan atau psikologi.
2.3 Unit Motivasional
2.3.1 Pengertian Unit Motivasional
Unit motivasional didefinisikan sebagai bagian terkecil integral yang melengkapi adegan dalam lakon/drama, yang mana pola motivasional tetap tak berubah. Biasanya dasar komponen adegan seperti karakter, suasana, dan tema tak berubah pada satu unit (Dietrich, 1953:71). Gallaway (1953:104) mendefinisikan adegan sebagai unit dinamis artinya urutan rangkaian pokok sebuah sasaran tertentu terhadap karakter tertentu. Secara terstruktur, setiap adegan adalah
(15)
unit action atas sasaran tokoh. Menurut Gallaway menentukan motif bisa mengantarkan permainan dari ketegangan demi ketegangan menuju krisis utama dan klimaks. Dengan mengkarakterisasi tokoh, adegan bisa dibagi dalam unit-unit. Setiap unit mengejar objektif (sasaran) tertentu.
Salah satu pembeda antara drama dengan karya sastra prosa dan puisi adalah teknik analisis unit motivasional dalam drama. Petunjuk mengenai teknik dan maksud penulis naskah dapat selalu ditemukan dengan menganalisis unit motivasional. Apa yang menggerakkan konflik, bagaimana konflik bergerak dan berkembang, dan apa efek-efek dari konflik bergantung pada jenis dan fungsi setiap unit motivasional
2.3.2 Sifat Khas Unit Motivasional
2.3.2.1 Pergantian Tokoh
Biasanya penambahan atau pengurangan satu tokoh dalam adegan drama akan mengubah pola motivasional termasuk didalamnya unit. Perubahan hadirnya atau keluarnya tokoh biasanya diiringi dengan perubahan mood dan dimulainya unit yang lain (Dietrich, 1953:75).
Contoh hadirnya tokoh yang merubah unit dalam naskah drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya terdapat pada perubahan dari unit 28 ke unit 29 (babak III, adegan II) sebagai berikut:
Babak III, Adegan II, Unit 28:
Waktu lewat.
Masih tetap Cokro. Cokro sedang mendengarkan radio. Ada siaran dagelan – dagelan ini benar-benar lucu dan jelas kedengaran – Cokro tertawa terbahak-bahak mendengarkannya. Ia duduk mencangkung lututnya di lantai sambil memegang sapu, kebut dan alat pelnya. Ketawanya lepas meledak-ledak.
(16)
Kemudian kedengaran suara memanggil-manggil dari luar pagar.
Babak III, Adegan II, Unit 29:
267
268 SUAMI
ISTRI :
: (berseru) Krooooo! Cokrooooooooooo!!!!!
(berseru) Krooooooo! Cokrooooooooooo!!!!!
Mereka berseru berganti-ganti. Cokro masih asik mendengarkan. Waktu seruan itu bertambah keras disertai dengan pukulan pada pagar, Cokro baru mendengarnya. Cepat-cepat ia mematikan radio membereskan segala sesuatu dan lari ke depan sambil membawa sapu.
269 COKRO : Yaaaaaaa!!!!! Bangsat!
Paparan dialog diatas menunjukkan suasana yang santai ketika Cokro tertawa mendengarkan dagelan dari radio (unit 28), suasana tersebut berubah ketika hadir suara tokoh Suami dan Istri (unit 29). Disini hadirnya tokoh diiringi oleh perubahan pola motivasional yang membuat terbentuknya unit baru.
2.3.2.2 Pergantian Suasana (Mood)
Sangat jelas bahwa perubahan situasi dan pergantian ruang dan waktu, akan merubah keadaan baru dengan pola kekuatan motivasional. Misalnya suara telepon mengganggu adegan, pesan dan merubah makna, mood, tema dalam action. Dalam kasus seperti itu, unit motivasional akan terbentuk meskipun karakter dalam adegan tidak bertambah atau berkurang (Dietrich, 1953:75).
pergantian suasana yang merubah unit dalam naskah drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya terdapat pada perubahan dari unit 21 ke unit 22 (babak I, adegan II) sebagai berikut:
(17)
Babak I, Adegan II, Unit 21:
TAMU I : Kami gembira, dapat datang ke mari mengabarkan.
SUAMI : O, kami juga gembira penguburannya sudah dengan sebaik-baiknya
TAMU II : Hari itu Minggu, Chairul adalah orang yang sangat kami butuhkan
Ya, ya!
SUAMI : Kami baru beberapa bulan bekerja sama, tapi rasanya sudah lama sekali, karena
ada kecocokan.
TAMU I : Ya, ya.
TAMU II : Memang.
SUAMI : Ia selalu menutupi kehidupan pribadinya, bahkan sampai pondokannya tidak kami
ketahui, setelah semalam suntuk mencari baru ketemu.
Babak I, Adegan II, Unit 22:
TAMU I : Anehnya lagi, beberapa hari setelah dia meninggal, seseorang perempuan yang
tinggal di rumah sebelahnya mati menggantung diri.
TAMU II : Saya kira baiknya dijelaskan kepada bapak ini bagaimana keadaannya pada saat-
saat terakhir, soal perempuan itu.
TAMU I : Ya, tapi kau ingat, maaf…
(18)
SUAMI : Silahkan!
(kedua tamu berbicara satu sama lain, agak rahasia…)
Paparan dialog diatas menunjukkan suasana yang santai ketika Suami Istri bercakap-cakap dengan Tamu yang baru datang (unit 21), suasana tersebut tiba-tiba berubah agak tegang ketika Tamu hendak bercerita tentang perempuan gantung diri (unit 22). Disini perubahan suasana diiringi oleh perubahan pola motivasional yang membuat terbentuknya unit baru.
2.3.2.3 Pergantian Topik
Pergantian tema/topik, kadang segala pola motivasional bisa berubah dengan pengenalan topik baru dalam percakapan. Misalnya dalam beberapa karakter yang dicurigai ada pembunuh sedang bicara ramah tamah tak berketentuan, tiba-tiba salah satu karakter membicarakan tentang pembunuh, maka tema akan berakhir dan satu unit telah dimulai. Yang harus diperhatikan adalah unit motivasional baru tidak selalu dimulai dengan pergantian topik pembicaraan. Topik baru harus bisa merubah kekuatan motivasional (Dietrich, 1953:76).
Contoh pergantian topik yang merubah unit dalam naskah drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya terdapat pada perubahan dari unit 29 ke unit 31 (babak I, adegan II) sebagai berikut:
Babak I, Adegan II, Unit 29:
TAMU : Kami semua merasa kehilangan.
SUAMI : O ya, memang.
TAMU : Bakatnya besar sekali, semua orang kagum karena dia tetap diam-diam dan rendah
hati.
(19)
SUAMI : Ya, saya maklum.
TAMU II : Kami sedang merencanakan memberikan sesuatu yang khusus buatnya, karena ia
kelihatan serius
. SUAMI : Ya. Saya kira itu tepat untuk dia.
TAMU I : Kami akan mencoba.
SUAMI : O, itu baik sekali.
TAMU II : Banyak pikiran-pikirannya yang cemerlang.
SUAMI : O, ya?
Babak I, Adegan II, Unit 30:
TAMU : Apakah kawan-kawannya ada di sini?
Babak I, Adegan II, Unit 31:
SUAMI : Begini saudara. Kami sudah menganggapnya anak sendiri. Dia memang cerdas dan
berbakat. Bapak sampai heran dalam umurnya yang sekian dahulu waktu masih di sini
ia sudah terlalu serius. Kadang-kadang bapak khawatir melihat anak-anak yang terlalu
serius kurang menghiraukan dia sendiri.

(20)
Paparan dialog diatas menunjukkan Suami tidak bisa bicara banyak ketika bercakap-cakap dengan Tamu I & Tamu II karena Suami menutupi kalau dirinya sebenarnya tidak kenal Chairul Umam (unit 29), pola motivasional tersebut berubah ketika Tamu II bertanya apakah kawan-kawan Chairul Umam ada di rumah indekosan milik Suami (unit 30), setelah unit tersebut Suami terpaksa mengarang cerita seolah-olah dirinya kenal dekat dengan Chairul Umam (unit 31). Disini perubahan topik diiringi oleh perubahan pola motivasional yang membuat terbentuknya unit baru.
Pembagian unit motivasional tersebut selaras dengan pembagian bahan-bahan penulisan naskah drama yang telah disebutkan sebelumnya yaitu tokoh, situasi (mood), dan tema/topik. Tiga bahan ini menentukan dalam pergantian setiap unit dinamis dalam adegan. Perubahan pola motivasional keseluruhan di tiap unit adalah kesatuan interaksi antara tokoh, situasi dan tema yang memberikan petunjuk pada sutradara. Karena unit motivasional adalah unit struktural penulis naskah, sutradara harus mengetahui maksud penulis dengan menelusuri urutan unit. Sutradara harus sanggup memperkenalkan unit motivasional yang bisa menentukan hubungan antara tiap-tiap unit dengan permainan secara keseluruhan.
2.3.3 Jenis-jenis Unit Motivasional
2.3.3.1 Unit Cerita
Unit cerita, jenis yang sangat umum pada unit bercerita adalah penjelasan sebagai pengantar yang biasanya ditemukan pada bagian awal permainan. Tujuan dari unit jenis ini adalah untuk memberikan informasi menarik sebagai pengantar action, tempat, waktu, dan hubungan antartokoh. Biasanya unit cerita juga bisa mempercepat plot, yang bisa ditemukan dalam permainan (Dietrich, 1953:77).
Contoh unit cerita dalam naskah drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya terdapat pada babak I, adegan I, unit 16 dan unit 17 sebagai berikut:
(21)
Babak I, Adegan I, Unit 16:
SUAMI : Aneh, belum juga.
ISTRI : Biar. Datang terima. Tidak, ya, barangkali ditemukan keluarganya yang betul.
SUAMI : Kapan surat ini?
ISTRI : Dua hari.
SUAMI : Kalau begitu mereka pasti.
ISTRI : Pasti?
SUAMI : Ya!
ISTRI : Datang ya kita terima.
Babak I, Adegan I, Unit 17:
SUAMI : Soalnya kalau tidak pasti, pekerjaan kita?
ISTRI : Pekerjaan apa?
SUAMI : ensio? Harus ngambil ension?
ISTRI : Pekerjaanku?
SUAMI : Kau apa?
ISTRI : Kamar-kamar? Bulan ini anak-anak balik, lupa?
(22)
Paparan dialog diatas adalah jenis unit cerita yang menceritakan tentang Suami Istri sedang menunggu tokoh Tamu yang sudah disebutkan kedatangannya dalam surat yang mereka terima (unit 16), unit selanjutnya menceritakan tentang Suami seorang pensiunan dan Istri yang hidup dari uang indekosan (unit 17).
2.3.3.2 Unit Tokoh
Meskipun seringkali karakterisasi terhadap tokoh/karakter sudah dihadirkan di hampir setiap awal adegan, namun terdapat unit yang menekankan terutama pada pembangunan dan penguatan tokoh/karakter (Dietrich, 1953:77).
Contoh unit tokoh dalam naskah drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya terdapat pada babak III, adegan II, unit 26 sebagai berikut:
Babak III, Adegan II, Unit 26:
(Cokro yang tak pernah kelihatan itu sekarang membawa serbet, kebut, sapu dan sebagainya alat-alat untuk membersihkan. Ia melemparkan itu ke tengah ruangan satu persatu. Kemudian ia muncul. Cokro seorang perempuan yang tua juga. Menderita tapi keras kepala. Tubuhnya masih gesit karena setiap hari bekerja berat. Ia memperhatikan batu marmar dan peti mati itu dengan mengejek tubuhnya di peti itu sehingga tak kelihatan. Hanya suaranya saja). Tak peduli sakit. Kerja-kerja ini kurang beres, itu kurang begitu. Maunya orang lain supaya mati. Hhhhh! Lebih baik mati daripada begini. Aku mau pulang saja kalau begini. Biar tahu rasa dia. Siapa kuat ngurus orang cerewet begitu! Aku … (tak jelas)
COKRO : (ia ngelap peti mati). Hhhh! Hhhh! Dibersihkan tiap hari barangnya, rumahnya,
masih saja kurang. Ngomel-ngomel saban hari. Bertengkar dari pagi buta sampai ke
tempat tidur, tidak habis-habisnya, sampai lecet kuping ini dengar. Hhhh! Aneh-aneh
saja gagasannya. Sekarang mau begini, besok begini, sebentar lagi begini, sudah ini
(23)
begini, ini itu, ini itu. Anu-anu-anu-anu-kurang anu kurang anu. Terlalu anu. Semua
serba salah. Hhhh! Lecet, lecet kuping ini dengar. Aneh-aneh saja gagasannya. Orang
normal mana ada punya peti mati di rumah. Belum mati sudah bikin kuburan. Semua
tetangga cekakak-cekikik dengar. Untungnya Ibrahim dapat duit borongan, langsung
menikahkan cucunya. Anaknya atau cucunya. Hhhh! Untungnya Tobing. Sudah
mencari duit sekarang bakal dapat rumah. Aku dapat apa yang jujur bodo diperas tiap
hari. Tanah kuburan saja tidak mau dibelikan. Apalagi mau dikasih peti mati, rumah
Sawahnya dulu-dulu sudah dijual takut aku nagih janji! Hhhh! (ia membuka tutup peti
mati dan masuk kedalamnya membersihkan) diladeni baik-baik, dihormati, masih saja
ini-itu ini-itu. Anu-anu-anu. Semuanya salah. Semuanya dia yang benar! Sudah tua
bangka, masih saja kenes. Dua-duanya. Yang laki baikan sedikit! Hhhhhhh! (ia
merebahkan tubuhnya di peti itu sehingga tak kelihatan. Hanya suaranya saja). Tak
peduli sakit. Kerja-kerja ini kurang beres, itu kurang begitu. Maunya orang lain supaya
mati. Hhhhh! Lebih baik mati daripada begini. Aku mau pulang saja kalau begini. Biar
tahu rasa dia. Siapa kuat ngurus orang cerewet begitu! Aku … (tak jelas)
(Cokro menangis di peti mati itu. Sambil bicara tak jelas)
Paparan monolog diatas adalah jenis unit tokoh yang menggambarkan tentang tokoh Cokro seorang perempuan tua, tubuhnya masih gesit karena setiap hari bekerja berat membantu Suami Istri dan menderita karena perlakuan mereka. Cokro memiliki sifat yang keras kepala seperti tampak ketika dia berbicara dengan dirinya sendiri.
(24)
2.3.3.3 Unit Konflik
Unit konflik, unit konflik tidak selalu berupa pertentangan atau pertempuran fisik antartokoh, unit konflik bisa berupa pertempuran seseorang dengan dirinya sendiri, dengan ide, atau dengan lingkungannya (Dietrich, 1953:76).
Contoh unit konflik (eksternal) dalam naskah drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya terdapat pada babak III, adegan III, unit 40 sebagai berikut:
Babak III, Adegan III, Unit 40:
SUAMI : Apa?
ISTRI : Apa!
SUAMI : Laki Cokro? Hmm!
ISTRI : Laki Cokro? Hm! Ya!
SUAMI : Hhhh! Sejak kapan kau curiga!
ISTRI : Sejak kapan kau curiga!
SUAMI : Hhhh! Suami Cokro! Cccchhh! (meludah)
ISTRI : Hhhh! Suami Cokro Ccch!
SUAMI : Cokro!
ISTRI: Cokro!
SUAMI : Kalau aku laki Cokro kuberi dia sawah bukan peti besi kosong!
(25)
ISTRI : Kalau laki Cokro kuberi dia sawah bukan peti besi kosong!
SUAMI : Peti besi kosong, kau sudah cemburu!
ISTRI : Aku tidak cemburu!
SUAMI : Apa?
ISTRI : Apa!
SUAMI : Kepala batu!
Paparan dialog diatas menunjukkan bentuk konflik yang dialami Suami Istri berupa pertengkaran antartokoh disebabkan karena istri cemburu pada Cokro.
Contoh unit konflik (internal) dalam naskah drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya terdapat pada babak I, adegan IV, unit 76 sebagai berikut:
Babak I, Adegan IV, Unit 76:
ISTRI : Semalam kupikir pak, berat tanggungannya kalau kita … uang itu. Kita tidak tahu siapa
Chairul Umam. Bagaimana kalau belakangan diketahui keluarganya yang benar?
Buruh uang, tapi …
SUAMI : Ya, ya. Aku juga begitu. Itu sebab kupikir dikembalikan. Tapi rela tidak?
ISTRI : Yaaah. Menjaga nama baik kita.
SUAMI : (berpikir) Yahhh!
ISTRI : (mengeluarkan dari lepitan bajunya segenggam uang dan meletakkan di atas meja) Ini
semua simpanan kita, sudah kuhitung tadi, cukup.
(26)
SUAMI : (memperhatikan uang itu) Sudah kau niatkan semalam?
ISTRI : (mengalihkan pembicaraan dari uang itu, tak menjawab).
(keduanya berpikir)
Paparan dialog diatas menunjukkan bentuk konflik yang dialami Suami Istri tidak berupa pertengkaran namun konflik batin tokoh ketika memutuskan mengambil uang tabungan mereka untuk mengganti uang Chairul Umam yang ternyata kurang.
2.3.3.4 Unit Mood
Seringkali unit motivasional tidak jelas tujuannya dalam pembentukan suasana dan peristiwa-peristiwa yang menyentuh gejala emosi penonton. Unit mood atau efek emosional tidak melukiskan karakter, bercerita, atau menaikkan konflik, penulis memasukkan unit ini untuk menaikkan efek dramatik saja (Dietrich, 1953:78).
Contoh unit yang menaikkan mood dalam naskah drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya terdapat pada babak I, adegan IV, unit 76 sebagai berikut:
Babak I, Adegan IV, Unit 76:
SUAMI : ni kok ada surat belum dibuka? Kepada yang terhormat saudara.
Dari, dari … siapa ini, aku tak kenal orang ini. (membuka). Kalau
saudara tak meneruskan surat ini, seorang sahabat yang dicintai
akan meninggal karena kecelakaan, akan ada bencana hebat di
Jawa Timur, Presiden akan terbunuh … ini orang gila!
(27)
Paparan dialog diatas menjadi unit yang sangat kuat untuk menaikkan ketegangan, di tengah-tengah kebingungan Suami Istri ketika membongkar surat-surat mencari petunjuk mengenai Chairul Umam.
Contoh unit yang menurunkan mood dalam naskah drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya terdapat pada babak I, adegan III, unit 61 sebagai berikut:
Babak I, Adegan III, Unit 61:
ISTRI : Siapa yang mendongeng sampai keluar telek mata, seperti ketoprak
. Siapa yang mengaku kenal Chairul, anakkah, orang baikkah, pintar otaknyakah, berbakatkah, selalu
berbicara sopanlah, sampai-sampai … ha-ha-ha (ketawa terbahak-bahak)
SUAMI : (ikut geli mengingat tingkah lakunya di depan tamu) habis-habis kukira kau benar-benar kenal dia …..
ISTRI : Sampai-sampai, radio transistor hadiah lotre kampung itu, dikatakan hadiah. Sampai menangis – ha-ha-
ha! (ketawa cekakakan)
SUAMI : Habis diam saja. Tak tahu cerita apa – ha-ha-ha (ikut tertawa cekakan)
Paparan dialog diatas menjadi unit yang menurunkan ketegangan setelah Suami Istri bertengkar masalah mengembalikan uang Chairul Umam yang mereka terima dari tamu.
Pembagian jenis unit tersebut sangat bergantung pada struktur permainan, seringkali ditemui satu unit motivasional yang menyediakan lebih dari satu tujuan. Meskipun unit motivasional berdiri sendiri, unit juga dipengaruhi oleh unit yang hadir sebelumnya atau sesudahnya, sutradara harus mengkaji hubungan antarunit. Menafsirkan satu unit ias mempengaruhi makna keseluruhan permainan, jika sejak awal unit motivasional ditafsirkan dengan cara yang jelas, hasil dari tafsiran ini akan mempengaruhi permainan secara keseluruhan.
(28)
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan
Drama sebagai karya sastra adalah suatu karya yang terjalin bersama unsur-unsurnya. Unsur-unsur tersebut saling menjalin dan saling mengait secara bersama-sama membentuk totalitas drama secara utuh. Salah satu unsur drama di dalamnya adalah alur, alur merupakan urutan konflik yang terjalin dari rangkaian peristiwa dan kemudian tersusun sebuah alur.
Dalam penelitian ini pendekatan yang dimaksud adalah suatu cara yang digunakan untuk memahami dan menangkap drama sebagai karya sastra. Pedekatan yang digunakan adalah pendekatan yang bersifat intertekstual karena dalam penelitian ini objek yang digunakan berupa naskah drama. Pendekatan intertekstual dalam penelitian ini digunakan untuk memahami naskah drama yang memperlihatkan sejauh mana seorang pengarang mempergunakan pola-pola bahasa dan pemikiran guna memberi bentuk kepada suatu tujuan atau visi tertentu (Luxemburg, 1989:60).
Naskah drama sebagai karya sastra di dalam penelitian ini dipandang sebagai dunia otonom yang mendapatkan perannya dalam jaringan perhubungan antara penulis naskah (teks) dan pembaca, serta faktor-faktor relevan yang mengikat hubungan tersebut. Sebagai sebuah dunia otonom, naskah drama merupakan sebuah sistem yang terbangun atas jalinan unsur-unsurnya. Secara internal unsur-unsur itu saling mengikat, berjalan saling menunjang keberadaan masing-masing serta secara bersama-sama unsur-unsur tersebut membentuk totalitas naskah drama secara utuh. Dengan demikian pembahasan tentang konflik dalam naskah drama yang pembahasannya difokuskan pada setiap konflik yang membentuk alur naskah drama juga tidak dapat dilepaskan dari pemahaman terhadap totalitas unsur pembangunnya, karena konflik merupakan bagian integral dari keseluruhan naskah, maka konflik harus dipahami melalui unit-unit motivasional yang mendasarinya.
(29)
3.2 Metode Penelitian
Metode adalah cara yang digunakan untuk memahami sebuah objek sebagai bahan ilmu yang bersangkutan. Metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan peneliti untuk mencapai tujuan menentukan jawaban atas masalah yang diajukan. Menurut Nasir (1988:51) metode penelitian membantu peneliti tentang urut-urutan bagaimana penelitian dilakukan.
Penggunaan metode dalam penelitian ini bertolak dengan pendekatan yang telah dijelaskan sebelumnya. Drama sebagai karya sastra pada prinsipnya bertujuan untuk dipentaskan, naskah drama yang kemudian akan diadaptasi oleh seorang sutradara dan menjadi karya pentas dalam sebuah panggung di hadapan penonton. Dalam drama tersebut akan terlihat permainan para aktor atau tokoh yang melakukan adegan dramatik.
Peneliti akan meneliti unit motivasional yang terdapat dalam naskah drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya untuk mengetahui bobot suatu naskah bila ditinjau dari konfliknya. Untuk itu penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan rancangan penelitian deskriptif yaitu suatu cara yang digunakan untuk meneliti kajian terhadap karya sastra yang hasilnya berupa deskripsi atau paparan.
Metode kualitatif dalam penelitian ini adalah metode yang digunakan untuk menentukan unit motivasional dalam naskah drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya. Unit motivasional tersebut termuat dalam paparan bahasa yang berupa dialog-dialog yang memuat pesan, ucapan, pikiran tokoh, respon terhadap tokoh, konflik, tema, suasana, mood (gejala emosional).
3.3 Data dan Sumber Data
3.3.1 Data
Data dapat diartikan sebagai bahan mentah yang didapatkan peneliti dari penelitiannya, bisa berupa fakta maupun keterangan yang dapat digunakan sebagai dasar analisis. Data dapat berfungsi sebagai bukti dan petunjuk tentang adanya sesuatu. Dalam penelitian ini data yang
(30)
digunakan adalah berupa dialog-dialog sebagai unit motivasional pada setiap satuan peristiwa dalam adegan dan masing-masing babak dalam naskah drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya.
Contoh data dalam penelitian Konflik dalam Naskah Drama Dag Dig Dug Karya Putu Wijaya adalah sebagai berikut:
Babak I, Adegan I, Unit 1:
SUAMI : Siapa?
ISTRI: Lupa lagi?
SUAMI : Tadi malam hapal. Siapa?
ISTRI: Ingat-ingat dulu!
SUAMI : Lupa, bagaimana ingat?
ISTRI: Coba, coba! Nanti diberi tahu lupa lagi. Jangan biasakan otak manja.
SUAMI : Chai … chai … chairul … ka, ka … ah sedikit lagi (berusaha mengingat-ingat)
(tak sabar) Kairul Umam!
ISTRI: Ah? Kairul umam? Ka? Bukan Cha? Kok lain?
SUAMI : Kairul Umam! Kairul Umam! Kairul Umam! Ingat baik-baik!
ISTRI: Semalam lain
SUAMI : Kok ngotot!
ISTRI: Semalam enak diucapkan, cha, cha … begitu. Sekarang kok, Ka, Ka … siapa?
SUAMI : KAIRUL UMAM!
ISTRI: Kok Kairul, Cha!
SUAMI : Chairul Umam!
ISTRI: Semalam rasanya. Jangan-jangan keliru. Coba lihat surat lagi.
(31)
SUAMI : Kok ngotot. Ni lihat (menyerahkan surat)
3.3.2 Sumber Data
Sumber data adalah sesuatu yang menjadi sumber untuk memperoleh sebuah data. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan sumber data berupa naskah drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya pada bagian-bagian khusus yang memuat unit-unit konflik dan unit-unit pendukung konflik.
3.4 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul dan pengolah data secara penuh. Instrumen lain berupa tabel unit-unit motivasional dan grafik tensi permainan berfungsi sebagai instrumen pendukung yang digunakan peneliti untuk menafsirkan dan menggali konflik.
Peneliti sebagai instrumen mengadakan perencanaan, pelaksana pengumpulan data, analisis, dan penafsiran data (Moleong, 1989:131). Peran peneliti sebagai human instrument (manusia sebagai instrumen) maksudnya peneliti mengadakan pengamatan secara mendalam dengan objek penelitian yaitu naskah drama.
3.5 Teknik Penentuan Data
Drama sebagai karya sastra memiliki kekuatan di dalam unsur dramatiknya yang terdapat dalam paparan dialog berupa konflik-konfliknya yang muncul dalam naskah drama. Dalam pementasan, dialog-dialog tersebut akan diucapkan oleh para aktor berupa lakuan yang selanjutnya akan membentuk satu kesatuan peristiwa yang terjalin menjadi cerita yang utuh.
(32)
Dalam penelitian ini teknik penentuan data yang digunakan adalah berupa teknik observasi atau pengamatan, dalam rangka mengumpulkan data dalam suatu penelitian, dan merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya sesuatu rangsangan tertentu yang diinginkan atau studi yang disengaja dan sistematis tentang keadaan atau fenomena dan gejala-gejala psikis dengan jalan mengamati dan menilai. Dalam melakukan pengamatan, peneliti mengamati gejala-gejala dramatik dalam kategori yang tepat, peneliti mengamati berkali-kali dan mencatat segera dengan memakai alat bantu berupa tabel dan grafik. Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini lebih difokuskan kepada teknik observasi deskriptif. Teknik observasi deskriptif adalah teknik yang digunakan oleh peneliti dalam pemahaman naskah yang kemudian menentukan pokok atau inti masalah berupa dialog dalam setiap unit motivasional yang memuat pesan, ucapan, pikiran tokoh, respon terhadap tokoh, konflik, tema, suasana, mood (gejala emosional).
Cara memperoleh informasi melalui teknik observasi dapat digunakan dengan cara sebagai berikut: 1) membaca berulang-ulang naskah drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya, 2) memberi tanda dalam setiap pergantian adegan, 3) memberi nomor pada setiap dialog, 4) memberi tanda yang menunjukkan setiap pergantian unit motivasional pada dialog-dialog dalam naskah, 5) mengidentifikasi unsur-unsur pada setiap unit yaitu: tokoh, jenis unit, action, fungsi unit, konflik, mood, perubahan unit 6) semua data dimasukkan dalam tabel yang sudah disiapkan sesuai dengan klasifikasinya, 7) mencari hubungan antarunit motivasional secara keseluruhan dan menandai nomor dialognya dalam tabel.
3.6 Teknik Analisis Data
Berdasarkan paparan sebelumnya analisis data yang digunakan adalah analisis unit motivasional. Analisis unit motivasional adalah teknik yang digunakan peneliti untuk membagi sebuah naskah menjadi unit-unit terkecil berdasarkan pergantian tokoh, pergantian suasana, dan pergantian topik/tema untuk mengetahui gejala dramatik yang terdapat dalam naskah drama tersebut. Tidak semua unit memuat konflik yang sama sehingga setiap unit berbeda karena unsur
(33)
penggeraknya berbeda dan kedudukannya pun berbeda.
Analisis unit motivasional dalam penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian, menggunakan format tabel sebagai berikut:
Satuan Peristiwa No.
Unit
No. Dialog Tokoh Action Perubahan Unit Jenis Unit Fungsi Unit Mood Konflik
3.7 Prosedur penelitian
Untuk mempermudah dalam penelitian, maka peneliti membagi cara kerja menjadi tiga tahap yaitu:
a. Tahap Persiapan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini meliputi:
1. memilih masalah dan judul penelitian,
2. konsultasi masalah dan judul penelitian,
3. studi pustaka.
b. Tahap Perencanaan
(34)
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini meliputi:
1. mengumpulkan data berdasarkan pembagian jenis data,
2. mengolah dan menganalisis data,
3. menyeleksi dan memasukkan data yang terkumpul dalam tabel,
4. menafsirkan dan mendeskripsikan data berdasarkan kerangka teori,
5. menarik kesimpulan.
c. Tahap Penyelesaian
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini meliputi:
1. menyusun konsep laporan,
2. merevisi konsep laporan,
3. menggandakan laporan.

Sinopsis "Edensor"


Rafika Fajrin
2101409113
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

SINOPSIS NOVEL
EDENSOR

            Novel edensor ini menceritakan tentang petualangan Ikal dan Arai di Eropa. Setelah berhasil memperoleh beasiswa ke Perancis, mereka berkuliah di Universite de Paris, Sorbone, disini, Ikal dan Arai mengalami banyak kejadian yang orang biasa sebut sebagai kejutan budaya. Banyak kebiasaan dan peradaban Eropa yang berlainan sama sekali dengan peradaban yang selama ini mereka pahami sebagai orang Indonesia. Khususnya melayu.
            Dalam buku ini juga Ikal dan Arai kembali menuai karma akibat kenakalan – kenakalan yang pernah mereka lakukan semasa kecil dan remaja dulu. Novel ini juga menceritakan petualangan Ikal dan Arai meyusuri Eropa dengan berbagai pengalaman yang mencengangkan, mencekam, membuat kita terbahak-bahak, dan juga membuat kita berurai air mata.
            Edensor menjelaskan bahwa kehidupan kita ini merupakan kepingan-kepingan yang saling terkait satu sama lain, yang desain utamanya tersusun dan tertata rapi, dan masa depan adalah mimpi-mimpi kita yang menjadi kenyataan.

            Ikal adalah anak bujang ke lima yang sebenarnya saat mengandung ibunya mengharapkan anak ke limanya ini seorang wanita,karena ke empat anak sebelumnya adalah laki-laki. Tanggal lahir Ikal sama dengan tanggal berdirinya Persyarekatan bangsa-bangsa (PBB) yaitu 24 Oktober, dan ibunya Ikal sangat berharap agar anak ke limanaya ini bisa menjadi seorang juru pendamai seperti PBB.
            Dan bayi nomor lima itu diberi nama Aqil Barraq Badruddin, yang oleh Ikal diartikan Anak sholeh berjidat mengkilap yang tidak akan melakukan hal-hal, yang tidak masuk akal dalam hidupnya. Namun, harapan yang diletakan dalam deretan nama agung itu, hancur berserakan. Karena Ikal biasa Aqil di panggil menjelma menjadi seorang anak yang sangat nakal dan sering membuat keonaran.
            Pernah suatu saat Ikal menyuruh adiknya yang masih kecil untuk menyanyikan lagu Indonesia raya dengan pengeras suara di Masjid sehingga terdengar ke seantero kampung. Setiap kali Ikal melakukan keonaran, ia pasti kena sidang oleh kedua orang tuanya.                                                                                                                                                                         
            karena kenakalannya, Ikal sempat beberapa kali berganti nama, mulai dari Aqil, Wadudh dan Andrea, namun dari kesemua nama itu tidak mempengaruhi kenakalan Ikal,apalagi setelah orang tua Ikal memutuskan mengadopsi Arai.
Kalaupun ada yang membuat Ikal berubah adalah dengan kehadiran A Ling. Ikal merasa tak ada yang lebih aneh selain orang dimabuk cinta. Segalanya berubah menjadi baik dan berusaha menjadi baik.Ikal menjadi rajin mengaji dengan khusyuk, bahkan Taikong Hamin dan orang tuanya seakan tak percaya dengan perubahan ini.
            Selulus SMA Ikal dan Arai memutuskan untuk merantau ke Jawa. Wawancara dari satu tempat ke tempat lain mereka lalui. Sampai akhirnya Ikal diterima bekerja di kantor pos sambil kuliah, dan Arai merantau ke Kalimantan, bekerja dan kuliah disana. Nasib Ikal lebih baik di banding Arai,Ikal menjabat sebagai Pengatur Muda Pos yang berwenang mencairkan wesel.
            Sampai akhirnya Ikal dan Arai berhasil menyelesaikan kuliah dan mengikuti tes beasiswa S2 ke Eropa. Dan kemudian Ikal memutuskan berhenti dari pekerjaannya di Kantor pos.
            Sampai suatu saat ketika mereka sedang berada di Belitong, mereka menerima surat pengumuman tes beasiswa itu dari Dr. Michaela Woodword, Ikal dan Arai berhasil mendapatkan beasiswa itu.
            Ketika Ikal dan Arai akan pergi, Arai berusaha menghubungi Zakiah Nurmala, cinta bertepuk sebelah tangannya untuk pamitan. Namun Zakiah seperti waktu SMA,tak membalas surat Arai. Begitupun Ikal ia merindukan sosok A Ling yang ia tidak tahu dimana keberadaannya.

            Ayah Ikal mengantar kepergian anaknya dengan berat hati di Tanjong Pandan,ketika Ikal dan Arai berpamitan ayah Ikal menyerahkan bungkusan dan bungkusan itu harus dibuka jika telah sampai disana. Ayah Ikal sangat bangga kepada Ikal dan Arai,karena Ikal dan arai mampu mencapai apa yang tak pernah dicapainya.
Di Bandara Soekarno Hatta Ikal mempelajari lampiran surat pengumuman beasiswa itu. Ikal dan Arai akan ke Belanda dulu dan akan dijemput oleh Ms.Famke Somers,seorang pegawai dari kantor perwakilan Uni Eropa. Sesampainya di bandara Schippol Arai membentangkan tangannya lebar-lebar dan di Belanda saat itu sedang turun salju.di bandara Ikal dan Arai mencari wanita yang bertugas menjemput mereka dibandara,tidak ada wanita yang memegang tulisan nama mereka mencari mereka, yang ada hanyalah gadis muda berandal yang berteriak tak karuan “Oiiiiikkk !Oikkkkk” ia berlari menuju Ikal dan Arai,mereka pun terkejut,siapakah dia? Ternyata dia adalah Ms.F.Somers,orang yang diutus untuk menjemputnya dibandara Schippol.


Setelah dari Belanda Ikal dan Arai meluncur ke Belgia dengan kereta,Brugge adalah tempat yang dituju. Famke menyuruh IKal menemui Simon Van der Wall (seorang pemilkik kos ). Disana Ikal dan Arai berpisah dengan Famke yang harus kembali ke amsterdam.Ikal dan Arai memasuki halaman dan tertegun didepan pintu yang membingungkan. Tak ada bel. Yang ad, disamping pintu,hanya deretan kotak kecil,nomor-nomor lantai gedung, tombol-tombol,speaker,dan label nama. Dan Ikal memencet tombol berlabel Van Der Wall, setelah dibingungkan dengan pintu otomatis ini,akhirnya Ikal dan Arai bisa masuk,mereka menuju lantai 3 menemui Van Der Wall.Simon tinggi besar,santai tapi angker. Karena mereka datang hari minggu dan bukan hari kerja,maka mereka tidak bisa tinggal diapartemen itu. Mereka pun meninggalkan gedung yang tak bersahabat itu.
           

Di Brugge,semua bangunan tertutup, tak seorangpun keluar rumah. Mereka tak tahu kalau ini dilakukan untuk mengantisipasi situasi suhu yang akan drop secara ekstrem malam nanti. Tapi Ikal dan Arai malah berkeliaran di alam terbuka. Arai membeli lilin di sebuah kios kecil yang kemudian langsung tutup. Diujung jalan Ikal dan Arai menemukan bangku kosong, mereka duduk dibawah naungan kanopi. Hujan salju makin lebat. Malam makin larut, pukul dua pagi Arai mengeluarkan termometer dan menunjukan minus sembilan derajat celcius. Arai dan Ikal duduk berpelukan, lengket, mengerut, dan menggigil hebat. Disinilah Ikal merasakan keganjilan dalam dirinya,ia tak merasakan kepalanya,kemudian lehernya terasa tercekik,fikirnya inikah serangan maut??,darah tumpah dari rongga hidungnya. Arai membuka syalnya,melilitkan dileher Ikal. Arai membuka koper dan mengeluarkan semua pakaian dan membalutkannya berlapis-lapis ditubuh Ikal. Tiba-tiba Arai menggendong Ikal menuju pohon-pohon Roman. Ikal ditidurkan di tanah,dibawah rimbunan dedaunan roman. Ternyata Arai meniru cara tentara Rusia bertahan di musim salju.kesadaran Ikal pun sedikit demi sedikit berangsur pulih. Ikal takjub menatap arai.
Ikal dan arai pun berangkat ke Prancis dan tiba di terminal bus Gallieni, mereka bergegas menuruni tangga yang curam menuju metro,mereka pun menaiki metro penumpangnya pun masih beberapa gelintir saja,setelah sampai di stasiun Trocadero, mereka berjalan menyusuri lorong dan pelan-pelan menaiki anak tangga. Arai berjalan didepan,tiba-tiba ia memekik “subhanallah”. Mereka terpaku melihat sosok hitam samar-samar dibalut kabut,tinggi perkass menjulang. Menara Eiffel laksana nyonya besar. Mereka mendekati Eiffel, disentuhnya Eiffel. Sebuah mimpi yang menjadi kenyataan.
ANGGUN C SASMI
Paris selalu memberikan kejutan yang menyenagkan. Pulang kuliah sore Ikal dan arai iseng mengunjungi toko musik, mereka merasa senang sekali karena diantara deretan CD musisi dunia tamp[ak album Anggun C.Sasmi dengan lagu yang dibawakan dalam bahasa Prancis. Anggun membuat mereka bangga menjadi orang Indonesia. Semua orang mengenal Anggun
Mereka mulai kuliah di Sorbone, bersama mahasiswa-mahasiswa dari beragam bangsa didalamnya,membuat kelasnya seperti laboratorium perilaku. Berbagai macam sifat dan sikap ada disini. Orang Inggris, The British, selalu berkoar-koar seperti angsa. Mahasiswa yang paling doyan meladeni The British hanya mahasiswa dari negeri Paman Sam. Ada beberapa gelintir mahasiswa Jerman, dan yang paling istimewa, seorang wanita Bavaria nan semlohai. Katya Kristanaema. Katya, Marcus, dan Christian sangat unggul dalam materi-materi hitungan. Namun Saskia dan Marike bisa dibilang perfect,mereka tak pernah menganggukanggukan kepala sok tahu tak seperti The British yang suka protes. Hanya abraham,Oxxenbergh, Yoram dan Becky yang mampu menyaingi mereka. Orang-orang yahudi itu sangat Jenius. Pribadi-pribadi mengangumkan diperlihatkan orang-orang tuan rumah Prancis : Charlotte, Laborde, Jean Minot, dan Sebastian. Yang lebih menarik ada juga orang-orang Tionghoa, Eugene Wong, Heidy Ling, Deborah Oh dan Hawking Kong. Sisanya orang yang selalu terlambat,berantakan dan tergopoh-gopoh adalah The Pathetic Four mereka adalaha MVRC manoj, Pablo A.Gonzales, Ninochka stronovsky dan Ikal. Mereka selalu terbirit-birit mengejar ketinggalan.
Di Prancis Ikal masih saja mencari A Ling, tetapi setiap tempat dan orang yang bernama A Ling selalu salah. Berbagai cara Ikal lakukan untuk menemukan A Ling tetapi selalu gagal.
            Ikal pulang ke Paris dalam keadaan frustasi. Novel Seandainya mereka bisa bicara karya Herriot,kenangan A Ling untuk Ikal, A Ling menandai cerita tentang keindahan desa Edensor. Desa Khayalan itu seakan membukakan jalan rahasia dalam kepala Ika, jalan menuju penaklukan-penaklukan terbesar dalam hidup Ikal,untuk menemukan A Ling, untuk menemukan diri Ikal sendiri.

Ikal dan Arai memiliki rencana keliling Eropa untuk mengisi liburan ini. Townsend histeris mendengar ide gila itu. Bagaimana bisa mengamen untuk biaya keliling Eropa sampai ke afrika. Akan tetapi teman-teman mereka pun akhirnya ikut dengan ide Ikal dan Arai untuk keliling Eropa dengan pertunjukan jalanannya.
            Gonzales mencoba penampilannya memain-mainkan bola. MVRC Manoj tampil dengan busana yang membuat nafas tertahan. Gonzales dan MVRC Manoj memadukan sepakbola dan tarian.
            Stansfield mendemokan kebolehannnya meniup tombon denganteknik tinggi.dan Townsend tak mau kalah melentingkan nada akordeonnya. Dan akhirnya semua siap berangkat, diiringi lambaian selamat jalan dari semua sahabat. 
            Townsend ingin membuktikan pada Stansfield bahwa jika ngamen di London, ia bisa dapat duit lebih banyak dari Stansfield. Maka jalur utamanya ialah Inggris. Stansfield sendiri memulai perjalanan melalui Swiss. Ninochka menyusuri Prancis selatan menuju turin, Italia. MVRC Manoj dan gonzales ke Belgia. Ikal dan Arai harus menemui famke menuju ke Belanda.

Sesampainya di Belanda mereka bertemu dengan Famke. Rupanya Famke mempunyai rencana agar Ikal dan Arai tampil di pinggir jalan sebagai manusia patung. Tim make up merias wjah mereka,setelah selesai Ikal memakai baju ikan duyung yang beratnya hampir 10 kg,dan Arai pun memakai baju kostum yang sama sebagai ikan duyung. Arai sebagai ibu ikan duyung dan Ikal sebagai anak ikan duyung.
            Setelah meninggalkan Amsterdam,mereka menuju ke Groningen dimana rumah penduduk saling berjauhan. Mereka lalu ke Jerman dan mereka tampil sukses di frankfurt. Jerman telah terbiasa dan menghormati tradisi backpaking. Di Denmark, Swedia, dan Norwegia mereka tak laku. Helsinky, Finlandia, adalah kota Skandinavia terakhir yang mereka kunjungi. Helsinsky adalah kota yang toleran,tempat berbagai pertikaian umat manusia dapat terselesaikan. Ternyata, koya canmtik itu terangterangan menghianati mereka. Disini mereka menghabiskan uang terakhir mereka. Ikal sedikit gmang, karena setelah ini mereka akan menapaki daratan Rusia yang luas.

 Di Internet mereka melihat kemajuan saingan mereka MVRC Manoj dan Gonzales tengah jaya-jayanya di Belanda. Townsend telah sampai di Belfast, Irlandia. Kantongnya tebal dan semakin getol menyerang Stansfield. Stansfield sendiri tengah tampil di kota tua Zalsburgh, berarti dia sudah menaklukan Austria. Ninoch sedah sampai Spanyol. Ikal dan arai menempuh jalur yang keliru, karena semakin Eropa Timur, seni jalanan semakin tak laku.
 Ikal dan Arai memasuki Belomorsk dalam keadaan bangkrut. Tiga jam tampil disana, sampai bengkak kaki, tak seorangpun melemparkan uang. Dengan menumpang bus sayur atau dengan melompat diam-diam ke gerbong kereta minyak, mereka sampai ke Moskowa. Di Syzran nasib paling sial menghadang. Esoknya polisi-polisi itu mengantar mereka keluar batas desa. Mereka dicampakan dalam keadaan lapar,mulut bengkak dan hati yang terluka. Dan akhirnya mereka sampai ketempat yang bisa disebut ujung dunia, Belush’ye berada di Taiga Siberia, bagain dari Siberia. Mereka menumpang kegerbong yang mengangkut bahan bangunan, tapi tengah malam mereka diturunkan begitu saja karena ada inspeksi. Mereka berjalan dan bingung menghadapi perempatan tanpa kompas dan peta. Tiba-tiba Ikal teringat akan navigator alam; Weh! Ikal mengeja bintang satu persatu. Weh dulu mengajari Ikal membaca langit.

Ikal dan Arai berbalik kebarat, menuju Olovyannaya diatas tapal Mongolia. Setiap melewati perkebunan Zaitun mereka melamar kerja membantu petani memetik buahnya demi upah beberapa butir kentang. Mereka melewati kampung demi kampung. Sebagian adalah kampung tambang yang telah diabaikan. Mereka terperosok kepedalaman, menjumpai hal-hal yang aneh seperti orang muslim beribadat seperti Nasrani dan orang Nasrani fasih membaca al-quran. Ada masyarakat yang memuja kambing,memandikan bayi yang baru lahir dengan darah lembu,dan melemparkan ari-ari keatas atap. Ada pula komunitas yang patriakis, para istri harus tidur dilantai dua gedung jerami dan hanya dikunjungi para suami jika diperlukan.
Setelah di Olovyannaya Ikal dan Arai melanjutkan perjalanan ke tanah Parsi:Iran, tak jauh dai Sebelah timur adalah Mongolia yang sungguh menggoda. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan ke Yunani dan merekka bergelimangan uang disini. Namun nasib berbalik mereka alami di Balkan(Bosnia, Serbia, dan sekitarnya), disana jangankan mengapresiasi seni,mereka bahkan masih trauma dengan peluru yang baru saja berdesing dari kepala mereka. Dan merekapun kembali miskin disini.
 Di Rumania mereka bertemu dengan  seorang bapak tua berperawakan kurus yang selalu mengawasi mereka.

Di Rumania mereka bertemu dengan  seorang bapak tua berperawakan kurus yang selalu mengawasi mereka,gerak geriknya mencurigakan. Jika didekati dia menjauh. Suatu malam Ikal dan Arai tidur disebuah halaman TK,tengah malam tiba-tiba Ikal terbangun karena backpak yang ia gunakan sebagai bantal ada yang menarik, Ikal dan Arai refleks saling melindungi. Tiga orang laki-laki dan satu orang perempuan dengan seringai mengancam mereka.
 Tiba-tiba bapak tua yang dari tadi mengamati mereka datang menolong mereka dari kegelapan, ia meraih kepala slang tabungnya dan menyemprot para penjahat itu dengan gas pestisida. Para perampok itu pun kocar kacir, berteriak dan memaki-maki. Kehidupan malam di Eropa sangat mengerikan.
 Kemudian bapak tua itu mendatangi mereka,ia tersenyum bersahabat,ia mengulurkan tangan  menyalami Ikal dan Arai. “Nhama sayha Toha,ashli Purbhalingga.”
 Bapak itu tertawa lebar, menakjubkan nun jauh dikota terpencil kumuh di pelosok Rumania, mereka menemukan orang jawa yang merupakan seorang pembasmi kecoa.

 Kemudian Ikal dan Arai menuju ke Austria,disana mereka bertemu dengan seorang tukang kebab bernama Mashood. Mereka menanyakan letak masjid kepadanya. Disana ada masjid orang Arab,dan hanya orang Arab disana. Di masjid Turki,hanya ada orang Turki. Dan selebihnya orang muslim selain dari Arab dan Turki berkumpul di Masjid Afghanistan,di Gmunden. Mashood menceritakan tentang imam masjid yang sangat dipujanya, imam itu bernama Oruzgan. Disini pula Arai menuai karma masa kecilnya ketika sedang shalat berjamaah, disaat semua orang sedang khusyuk,namun ketika imam sampai pada ayat al-fatihah,kekhusyuan sontak berantakan. Semua orang terperanjat mendengar jeringan panjang “aaaaaaaaaaaaammmmmmmmmmmmmmmmmmiieeennnnnnnnnnnnnn….”rupanya Arai melolong seperti dulu yang sering ia lakukan dimasjid di kampung. Yang lebih mengangetkan suara itu muncul dari satu orang, karena mazhab yang mereka anut hanya mengucapkan amin didalam hati.
Kemudian mereka melanjutkan perjalanan ke Venesia. Disana pria wanita  berkerumun di kafe seperti sedang bermain sandiwara. Pria Italia sungguh flamboyan dan penuh gairah.
 Ikal dan Arai berjanjian dengan MVRC Manoj,Gonzales,Ninonh,Stansfield,dan Townsend dan bertemu di Spanyol. Perjalanan usai MVRC Manoj dan Gonzales tim yang kalah. Dan pemenang perlombaan ini adalah Ikal dan Arai. Kemudian mereka pulang ke Paris naik kereta malam.

Sesampai di Paris mereka kembali mengerjakan rutinitas kuliah mereka. Namun suatu hari rutinitas itu terpecah. Katya menelpon Arai dan menyuruhnya segera ke kampus. Tiba dikampus Ikal melihat Arai digotong, hidungnya berdarah,ia masuk ICU. Arai terserang Asthma Bronchiale.dan penyakit ini pula yang dulu merenggur nyawa ayahnya diusia muda. Akhirnya Arai harus dipulangkan ke Indonesia, Ikal merasa sedih akan berpisah dengan Arai. Hari demi hari Ikal lalui dengan menyibukan diri dengan risetnya.
 Tiba tiba Maurent memanggil Ikal dan mengabarkan Prof Turnbull akan pensiun dan pulang kampung ke Sheffield Inggris, dan mengabarkan kalau tak ingin kehilangan waktu, Ikal harus mengikuti exchange program, pindah ke Sheffield Hallam University.

Kemudian Ikal pergi ke Inggris,sesampainya di Terminal Victoria,London. Ikal melnjutkan perjalanan dengan bus antar kota ke Sheffield, sheffiel memang tak menyenangkan. Berbulan-bulan Ikal tinggal disana.
 Dan akhirnya Ikal pun selesai mengerjakan risetnya. Dan Ikal diundang minum the oleh keluarga Turnbull kerumahnya dan untuk menandatangani riset Ikal. 
 Rumah Prof Turnbull jauh diluar Sheffield. Sesampainya dirumah Prof Turnbull,Ikal disapa oleh wanita tua dengan wajah yang anggun,dan ternyata Prof sedang tidak dirumah,Ikal dipersilahkan masuk. Karena lama menungu Prof datang,Ikal memutuskan untuk berkeliling desa. Ikal pun menaiki bus desa yang sudah butut. Didalamnya duduk terpisah segelintir petani,bus meluncur terderak-derak. Diluar jendela Ikal menikmati pemandangan. Tak terasa lebih dari satu jam Ikal berada didalam bis, lalu bus menaiki bukit yang landai . Ketika bus berbelok,dedaunan cemara tersibak dan seketika itu pula tersaji pemandangan yang mengingatkan Ikal pada sesuatu.

Bus merayap, Ikal semakin dekat dengan desa yang dipagari tumpukan batu bulat berwarna hitam. Ikal bergetar menyaksikan jauh dibawah sana,rumah-rumah penduduk berselang seling. Ikal merasa menembus lorong waktu dan terlempar dalam negeri khayalan yang telah lama hidup dalam hatinya. Kemudia Ikal bergegas meminta sopir berhenti. Ikal kembali teringat akan keindahan tempat ini selama belasan tahun,dan tiba-tiba tersintesa persis didepan matanya. Kemudian Ikal bertanya kepada seorang ibu untuk memberi tahu nama tempat ini. Kemudian ibu itu menjawab. “ sure, it’s Edensor…”
KUTIPAN
n“ Taukah engkau Ikal…?” “ Langit adalah kitab yang terbentang…” “ Sejak masa ozoikum, ketika kehidupan belum muncul, langit telah mencatat semua kejadian di muka bumi…” Pada setiap simbol ia bersabda, “ keseimbangan perawan, Leo sang singa, matahari pertama musim panas, bintang kastor, musim menyemai benih “.
n“Zenith dan nadir, seperti akar ilalang yang menusuk-nusuk kakikku, menikam hatiku. Nanti, harus kujelajah separuh dunia, berkelana diatas tanah-tanah asing yang dijadikan  mimpi-mimpi, akan kutemui perempuan yang membuat hatiku kelu karena cinta, karena rindu yang menyikasa, untuk memahami kalimah misterius itu. Dikuburan usang, diantara nisan para pendusta agama itu, aku sadar aku telah belajar  mencintai hidupku dari orang lain yang membenci hidupnya.”
n“Belitong menjelang malam, adalah semburan warna dari seniman impresi yang melukis spontan, tak dibuat-buat, dan memikat….. Masjid seperti oase bagi semua anak melayu udik. Disana, bukan hanya sekedar tempat salat dan mengaji, tapi tempat bermain dan membuat jani-janji. Masjid nan indah, tasbihnya berupa-rupa, kaligrafinya mempesona, dan pilar-pilar tingginya memantulkan suara…. Belum lagi satu kegembiraan yang aneh, kegembiraan yang secara ajaib menjelma kalau ramadhan tiba. Semuanya semakin indah karena keluarga kami memungut Arai, sepupu jauhku. Maka, aku memanggilnya
KUTIPAN
v“Aku ingin mendaki puncak tantangan, menerjang batu granit kesulitan, menggoda mara bahaya, dan memecahkan misteri dengan sains. Aku ingin menghirup berupa-rupa pengalaman lalu terjun bebas menyelami labirin lika-liku hidup yang ujungnya tak dapat disangka. Aku mendamba kehidupan dengan kemungkinan-kemungkinan yang bereaksi satu sama lain sepeerti benturan molekul uranium: meletup tak terduga-duga, menyerap, mengikat, mengganda, berkembang, terurai, dan berpencar kea rah yang mengejutkan.”
v“Aku ingin ke tempat-tempat yang jauh, menjumpai beragam bahasa dan orang-orang asing. Aku ingin berkelana, menemukan arahku dengan membaca bintang gemintang. Aku ingin mengarungi padang dan gurun-gurun, ingin melepuh terbakar matahari, limbung dihantam angina, dan menciut dicengkram dingin. Aku ingin kehidupan yang menggetarkan, penuh dengan penakluka. Aku ingin hidup! Ingin merasakan sari pati hidup!”

KUTIPAN
n“Lereng-lereng bukit yang tak teratur tampak seperti berjatuhan, puncaknya seakan berguling ditelan langit sebelah barat. Bentuknya laksana pita kuning dan merah tua. Pegunungan tinggi yang tak berbentuk itu lalu terurai menjadi bukit-bukit hijau dan lembah-lembah nan luas. Didasar lembah sungai berliku-liku di antara pepohonan. Rumah-rumah petani Edensor yang terbuat dari batu-batu yang kukuh dan berwarna kelabu bak pulau ditengah lading yang diusahakan. Lading itu terbentang seperti tanjung yang hijau cerah diantar lereng bukit. Dipekarangan, taman bunga mawar dan asparagus tumbuh menjadi pohon  yang tinggi. Buah persik, buah pir, buah ceri, buah prem, bergelantungan diatas tembok selatan, berebut tempat dengan bunga-bunga mawar yang tumbuh liar…”.
nIbunda guru Muslimah Hafsari, adalah guruku yang pertama. Dulu, waktu aku masih SD,beliau pernah berpesan pada kami, murid-muridnya, para Laskar Pelangi, “ Jika ingin menjadi manusia yang berubah, jalanilah tiga halini: sekolah, banyak-banyak membaca Al-Qur’an, dan berkelana”. Aku paham sekolah dan membaca Al-Qur’an dapat mengubah orang karena disanalah tersimpan kristal-kristal ilmu. Baru disini, di Rumania, aku dapat menggenapi arti pesan itu.
KUTIPAN
nBerkelana tidak hanya telah membawaku ke tempat-tempat yang spektakuler sehingga aku terpaku, tak pula hanya memberiku tantangan ganas yang menghadapkanku pada keputusan hitam putih, sehingga aku memahami manusia seperti apa aku ini. Pengembaraan ternyata memiliki paru-parunya sendiri, yang dipompa oleh kemampuan menghitung setiap resiko, berpikir tiga langkah ke depan sebelum langkah pertama diambil, integritas yang tak dapat ditawar-tawar dalam keadaan apapun, toleransi, dan daya tahan. Semua itu lebih dari cukup untuk mengubah mentalitas manusia yang paling bebal sekalipun. Para sufi dan mahasiswa filsafat barangkali melihatnya sebagai hikmah komuniukasi transcendental dengan sang maha pencipta melalui pencarian diri sendiri dengan menerobos sekat-sekat agama dan budaya.
nJalan-jalan desa menanjak berliku-liku dihiasi deretan pohon oak,berselang-seling di antara jerejak anggur yang diterlantarkan. Lebah madu berdengung mengerubuti petunia. Daffodil dan astuaria tumbuh sepanjang pagar peternakan, berdesakan di celah-celah bangku batu. Di belakang rumah penduduk tumpah ruah dedaunan berwarna oranye, mendayu-dayu karena belaian angina. Lalu terbentang luas padang rumput, permukaannya ditebari awan-awan kapas…
KUTIPAN
nAku bergetar menyaksikan nun di bawah sana,rumah-rumah penduduk berselang-seling di antara jerejak anggur yang terlantar dan jalan setapak berkelok-kelok. Aku terpana dilanda dejavu melihat hamparan desa yang menawan. Aku merasa kenal denga gerbang desa berukir ayam jantn itu, dengan bangku-bangku batu itu, dengan jajaran bunga daffodil dan astuaria dip agar peternakan itu. Aku seakan menembus lorong waktu dan terlempar ke sebuah negeri khayalan yang telah lama hidup dalam kalbuku. Aku bergegas meminta sopir berhenti dan menghambur keluar. Ribaun fragmen ingatan akan keindahan tempat ini selama belasan tahun, tiba-tiba tersintesa persis di depan mataku,indah tak terperi. Kepada seorang ibu yang lewat kubertanya,”Ibu dapatkah memberi tahuku nama tempat ini?”. Ia menatapku lembut,lalu menjawab. “Sure lof, it’s Edensor…”
Unsur – unsur Instrinsik

Tema   : Menceritakan tentang pencarian diri dan cinta.
Amanat : - Bila kita ingin mengapai cinta dan atau mempunyai mimpi, maka kita harus  memperjuangkan mimpi tersebut dan berusaha pantang menyerah untuk meraihnya.
                         - Novel ini mengingatkan kita bahwa menerima kehidupan berarti menerima kenyataan bahwa tidak ada hal yang sekecil apa pun terjadi karena kebetulan.
                        - Mengingatkan bahwa kenakalan-kenakalan masa kecil kita, pada suatu saat akan menimpa kita kembali/ kita akan menuai karma.
Alur     : Alur Campuran (alur maju mundur ).
Tokoh : 1. Andrea / Ikal (Tokoh utama dalam novel ini,ia sangat berani mencapai mimpi masa  kecilnya,pribadinya sangat keras).
              2. Ayah  Ikal (sabar,pendiam penyayang dan sangat bijaksana)
              3. Weh ( pintar berlayar dan pandai membaca rasi bintang dan menentukan arah mata angina ).
              4. Taikong Hamin ( ustadz, pengurus masjid )
              5. Ibu Ikal (Penyayang,Keras kepala )
              6. A Ling  ( cinta pertama ikal)
              7. Arai ( penyayang, gigih/pantang menyerah, cerdas )
              8. Zakiah Nurmala ( Cinta pertama Arai yang selalu menolak cinta Arai )

Unsur – unsur Instrinsik
nLatar: - Tempat :  - Belitong                         
                                        - Bogor
                        - Bandara Soekarno Hatta
                                       - Bandara Schipol                                  
                                 - Menara Eiffel
                                       - Apartemen Ikal dan Arai
                                       - kampus Sorbonne
                                         - Negara –negara di Eropa dan Afrika      
                                  - Desa Edensor
n         - Waktu    : pagi, siang , malam
nSudut Pandang: Sebagai orang pertama, penulis menceritakan pengalaman pribadinya mulai dari kecil sampai dewasa dimana ia memposisikan dirinya dengan sebutan Aku.
nGaya Penulisan          : Gaya penulisan dipengaruhi oleh bahasa Belanda, Inggris, Bahasa Prancis.
                         Bahasa Belanda :oik!hoegnog nog geehhnn nog
                         Bahasa Inggris  : underground
                         Bahasa Prancis : monsieur